“Tangan panjangnya menggenggam erat pohon yang semakin tumbang. Berayun-ayun dari satu dahan ke dahan lainnya yang perlahan-lahan patah. Tubuh coklat kemerahan itu mencoba bertahan di pohon tua yang kini terkapar. Sementara itu, deru bulldozer semakin berisik. Tak kenal takut, dia melangkah dengan pasti menghadapi bulldozer di depannya. Lewat jari jemarinya, dia melawan. Dia memukul-mukul moncong blade yang bisa menyantapnya kapan saja. Namun, seberapa pun dia melawan dan bertahan, tubuh berbulu itu pun terjerembab juga ke tanah. Dia yang hanya sendirian tak kuasa melawan mesin besar yang menderu itu. Bulldozer itu bagai raksasa dibanding dirinya. Dia hanya bisa menyingkir, menyaksikan salah satu tempat hidupnya dilumat tanpa ampun oleh sang raksasa.”
Tahun 2018 kisah orang utan itu menjadi viral. Rekaman dramatis milik International Animal Rescue (IAR) pun menjadi perbincangan. Kisah yang terjadi di salah satu hutan di provinsi Kalimantan Barat ini membuat dunia seolah terpana. Berbagai macam media memberitakan dengan berbagai macam tajuk. Mulai dari kisah heroik seekor orang utan yang melawan bulldozer atau pun kisah lara orang utan yang mempertahankan habitatnya.
Akan tetapi, kisah itu hanyalah segelintir kisah di antara sederet kisah pilu dari orang utan. Konflik antara manusia dan orang utan kerap terjadi. Mengapa bisa? Sudah banyak studi yang menceritakan masalah ini. Mulai dari kerusakan hutan hingga faktor “perut yang lapar”, atau dari keeksotisan hingga kepercayaan. Orang utan tak lepas selalu jadi buruan.
DNA kita dan orang utan sangat dekat, hanya 97 persen saja. Kemiripan ini memang terlihat dari fisiologis orang utan itu sendiri serta tingkah laku mereka. Hingga kadang kemiripan itulah yang menjadi faktor ketertarikan manusia dengan orang utan. Dalam situs www.historia.id pernah mengulas dalam tajuk “Orang Utan dalam Catatan Masa Silam”, yang diunggah pada tanggal 22 Oktober 2020, menyebutkan dahulu masyarakat percaya jika orang utan adalah keturunan manusia tetapi berubah menjadi binatang karena menghina Tuhan. Begitulah cerita “mias”, sebutan orang pribumi untuk orang utan kala itu. Hingga akhirnya manusia tertarik menjadikan orang utan sebagai bahan penelitian, koleksi kebun binatang, dan santapan. Tak heran, dari dahulu hingga kini, orang utan masih sering diburu, baik habitatnya maupun orang utan itu sendiri.
Melihat hal-hal seperti yang terjadi di atas. Sudah sepatutnya kita peduli dalam upaya penyelamatan orang utan. Tentunya mulai dari hal yang kita bisa. Betapapun kecilnya apa yang kita lakukan. Sudah saatnya kita mengembalikan “mias” kepada habitatnya di hutan perawan, tanpa gangguan dari tangan-tangan jahil dan rakus manusia.
Lalu apa yang bisa kita lakukan dalam upaya menyelamatkan orang utan ini. Beberapa langkah kecil ini bisa kita lakukan.
- Kampanye Lewat Media Sosial
Manfaatkanlah media yang kita bisa untuk mengampanyekan penyelamatan orang utan. Daripada media sosial hanya dipakai untuk kegiatan yang kurang produktif, lebih baik pakai sosial media kita untuk hal-hal yang lebih positif. Manfaatkan sosial media yang kita punya untuk mengampanyekan penyelamatan orang utan. Sekarang kita sudah bisa menyuarakan dengan mudah. Kita punya media sendiri yang dengan sangat mudah bisa kita gunakan. Suarakan kepedulian dan tumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya kita menyelamatkan orang utan.
- Mendukung Pihak-Pihak yang Terkait Penyelamatan Orang Utan
Banyak pihak dan upaya dalam menyelamatkan orang utan. Salah satu tempat yang merupakan rumah bagi satwa-satwa endemik yang dilindungi, seperti orang utan adalah kawasan Taman Nasional Tanjung Puting. Kawasan ini merupakan pusat rehabilitasi orang utan. Kawasan Taman Nasional ini pun memiliki beberapa ekosistem mulai dari hutan hujan tropis hingga hutan mangrove. Untuk itu, mendukung area konservasi tersebut adalah salah satu bentuk upaya kita dalam penyelamatan orang utan. Kita juga bisa mengunjungi Taman Nasional ini serta banyak belajar mengenai konservasi.
- Menjadi Sukarelawan
Bila menyuarakan lewat sosial media dirasa kurang. Kita bisa juga turun langsung untuk menjadi sukarelawan. Beragam pilihan dan peluang akan ada. Namun pastikan dan teliti terlebih dahulu, proyek-proyek tersebut benar atas nama konservasi bukan untuk komersial. Tentunya menjadi sukarelawan akan jadi pengalaman yang berbeda.
- Berdonasi
Orang utan yang tinggal di pusat rehabilitasi memiliki kebutuhan, baik untuk perawatan dan biaya makan. Untuk itu, melakukan donasi adalah salah satu bentuk usaha dalam rangka merawat orang utan secara maksimal. Berdonasi adalah cara termudah kita dalam membantu keselamatan orang utan. Pilihlah lembaga yang terpercaya dalam mengelola hal tersebut.
- Menjadi Konsumen yang Cerdas
Berkurangnya populasi orang utan tak lepas dari perusahaan-perusahaan yang tak peduli dengan sekitar. Untuk itu, cobalah menjadi konsumen yang cerdas. Pilihlah produk-produk yang ramah lingkungan. Jangan pilih produk yang tidak dibuat secara berkelanjutan. Kurangi memakai produk-produk sekali pakai atau yang lama terurai. Cobalah untuk melakukan go green.
Nah itulah mengenai kisah orang utan yang diburu dan beberapa langkah kecil kita untuk menyelamatkannya. Manfaat orang utan sangat besar bagi kehidupan planet ini. Tentunya kita tidak mau, kelak anak cucu kita hanya menikmati cerita orang utan dari mulut kita saja. Mulailah melangkah memberikan kepedulian dan kesadaran tentang lingkungan, juga terus mendukung segala macam upaya penyelamatan orang utan.
Catatan :
Tulisan ini disertakan dalam lomba blog taman nasional dan menjadi salah satu pemenang Lucky draw.
No Comments