Setiap kali ada pertemuan, gathering, dan sebagainya biasanya urusan masak memasak ini sudah lazim (menurut kebiasaaan) diserahkan kepada perempuan. Kecuali kalau sepakat akan memilih vendor, catering, atau pihak ketiga. Setidaknya itulah yang saya rasakan.
Saya tak hobi memasak. Apalagi dalam jumlah yang sangat besar. Sehingga ketika ada permintaan potluck dan harus membawa ini dan itu yang sudah ditentukan kerap kali saya kebingungan. Rasa-rasanya saya lebih memlih untuk ditugasi mengecat seluruh rumah daripada harus masak dalam jumlah yang besar.
Namun demikian, meskipun tak hobi memasak, tinggal di jarak yang jauhnya ribuan kilometer dari tanah air ini, membuat saya harus mandiri. Tidak bisa hanya sekedar mengandalkan orang lain. Apalagi tak memiliki asisten rumah tangga. Sehingga kegiatan memasak mau tak mau harus dilakukan sendiri.
Diluar masalah stereotip gender akan perempuan yang erat kaitannya dengan kegiatan memasak. Bagi saya keterampilan memasak adalah salah satu bentuk kemandirian serta keterampilan bertahan hidup. Gak harus juga seperti Ms.Yeah yang bisa masak dimanapun, kapanpun, dan pakai alat apapun. Atau seperti Chef andal semacam Mr. Gordon Ramsay. Yang penting bisa masak saja lah. Setidaknya sedikit meskipun sederhana (seperti masak mie, air, nasi :P). Perkara masakannya enak apa enggak, itu sih urusan kesekian, hehehe. Jadi, sebenarnya saya harus memasak bukan karena saya perempuan sih. Akan tetapi lebih karena kebutuhan. Kalau kata Ibu saya, “Kalau kamu bisa masak, kamu bisa hidup dimana pun”, hehehe. Ternyata petuah orang tua memang ada benernya, terbukti ketika sudah jauh dari keluarga dan tanah air. Baru deh terasa sekali manfaatnya.
Apalagi kalau lagi jalan-jalan mandiri (tanpa tour and travel) di negara orang lain. Kadangkala ada kondisi yang mengharuskan kita membawa atau memasak makanan sendiri, seperti tempat yang kita datangi tidak ada makanan halalnya, alergi terhadap makanan tertentu, sedang camping, dan banyak kondisi lainnya. Praktis keahlian masak itu bermanfaat banget. Makanya biasanya kalau saya sedang travelling ke negara yang kira-kira bakalan sulit ketemu makanan halal atau lainnya, saya selalu siap sedia bawa mini rice cooker atau paling tidak bawa bekal makanan yang sudah diolah dari rumah sebelumnya.
Lagipula dipikir-pikir, dengan bisa memasak banyak keuntungan yang bisa didapatkan. Anggap saja bonus dari sebuah keterampilan. Supaya saya (dan kamu) lebih termotivasi buat masak, saya jabarkan nih beberapa keuntungan yang bisa kita dapatkan ketika kita berani mandiri dalam urusan dapur.
- Masak di rumah lebih bersih dan higienis
- Menghemat anggaran belanja
- Lebih disayang suami
- Menyenangkan anggota keluarga
- Kalau sudah semakin jago, makanan yang kita buat bisa untuk bisnis (dijual)
- Menumbuhkan ide dan kreativitas
- “Dikangenin” oleh orang yang mencicip makanan yang dibuat (dengan catatan masakannya enak dan cocok di lidah yang mencoba ya :P)
- Solusi ketika sulit makanan di negri orang, dan lain sebagainya.
Namun demikian, kalaupun tidak hobi seperti saya, tidak perlu juga harus pasang target untuk jadi ahli. Jangan dibuat sulit lah pokoknya. Namanya juga hobi dan kesukaan, itu sih tidak bisa dipaksakan ya. Saya sendiri sedang berjuang juga untuk tetap bisa menumbuhkan kemandirian dan kecintaan kepada memasak. Terutama kalau masak partai besar. PR banget deh.
Nah, bagi teman yang belum mandiri, selamat menumbuhkan kemandirian dalam urusan dapur ya!
#Haripertama
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian
2 Comments
D I J A
January 9, 2018 at 14:30kata ibuku, jadi perempuan harus bisa memasak
meskipun tidak pintar memasak, tapi sekedar bisa
karena dimanapun, kemampuan memasak pasti berguna
dija belom bisa masak sama sekali
hiks
koivie3
January 9, 2018 at 17:27Gapapa Dija nanti juga lama-lama bisa masak. Apalagi kalau sudah merantau mau gak mau harus bisa masak hehehe.