Family / Relationships

Bila “Toxic People” Adalah Keluarga Sendiri

Pernah dengar dengan istilah toxic people? Sebuah julukan yang disematkan bagi orang-orang yang menjadi “racun” dalam pergaulan. Artinya orang-orang semacam ini selalu membuat lingkungan pergaulan jadi tidak nyaman. Tentunya dalam kehidupan bersosial kita sering menemukan orang-orang seperti ini, mulai dari teman kantor maupun tetangga sebelah rumah. Kadang kala lebih mudah untuk menghindari jenis orang tersebut jika kita tidak ada hubungan yang dekat dengannya. Akan tetapi, bagaimana jika toxic people itu datang dari lingkup yang sangat dekat dengan kita, seperti keluarga kita sendiri. Dia bisa saudara kandung, orang tua, mertua, ipar, atau bahkan pasangan kita sendiri. Lalu bagaimana menghadapinya?

Belakangan saya bersama pasangan sah saya membicarakan hal-hal terkait orang-orang yang menjadi “racun” dalam pergaulan, utamanya dalam pergaulan di keluarga kami.
Beberapa diantara sifat toxic dalam keluarga yang menjadi pandangan kami diantaranya adalah sebagai berikut ini.
– Suka mencampuri urusan rumah tangga.

Merasa berhak untuk ikut campur mengatur rumah tangga orang lain.  Contohnya seperti ikutan mengatur tata cara mengurus, memberikan peraturan, bahkan ada yang mencampuri hingga membeli perabot-perabot rumah tangga.

– Suka Caper atau Carmuk (Cari perhatian atau cari muka)

Maunya selalu jadi pusat perhatian yang kadang-kadang caranya bikin kita merasa tidak nyaman.

 

-Materialistis/matre

Sifat matre ini tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan seseorang.  Keluarga yang cukup berada atau bahkan lebih dari cukup tidak menjamin anggota keluarganya tidak matre. Contoh di dalam keluarga, misalnya tidak sungkan atau suka menggantungkan diri (tidak malu untuk meminta) ke salah satu/beberapa anggota keluarga perihal barang atau uang.   Padahal barang/uang yang diminta bukanlah kebutuhan pokok atau urgent.  Hanya sekedar untuk gengsi belaka.

– Gemar berutang tapi selalu amnesia untuk membayar.
Mentang-mentang keluarga sehingga menganggap kalo gak bayar pun gak apa-apa. Suka meremehkan uang yang dipinjam, biasanya pakai bahasan “cuma segitu aja, nagih”, atau kata-kata lainnya yang mirip.

– Suka mencemooh, mengkritik, menyalahkan, membanding-bandingkan, merendahkan, dan menghakimi.
Dimata dia seolah-olah kita ini salah dan tidak bisa apa-apa, terutama dalam mengurus keluarga. Contoh nya adalah under estimate mengenai pola pengasuhan dan pendidikan anak seolah-olah caranyalah yang paling benar dalam mendidik anak.

– “Biang kerok”
Paling sering bermasalah, membuat banyak keributan sehingga menyusahkan keluarga. Herannya tokohnya seperti gak pernah berubah, dia lagi dia lagi.

– Egois
Menganggap urusannya yang paling penting. Tidak mau kalah dan suka menang sendiri.

Toxic people dalam keluarga membuat pergaulan di dalamnya jadi tidak nyaman.  Memang tak pernah ada keluarga yang sempurna. Pun demikian kita tidak memilih lahir dari keluarga yang seperti apa. Apalagi betapapun mengesalkan orang tersebut, dia masih keluarga kita. Berlaku juga untuk keluarga pasangan kita. Oleh karena bagaimanapun tradisi sesuai dengan adat ketimuran, ketika kita menikah, kita tak hanya menikah dengan pasangan saja. Akan tetapi juga harus “menikah” (tanda petik) dengan  keluarganya juga.  Artinya setidaknya turut “menanggung” konflik dan permasalahan anggota keluarganya juga.

Permasalahan di atas adalah permasalahan yang umum.  Untuk itu, supaya tidak ada “duri dalam daging” dalam pernikahan kami. Saya dan suami pun sepakat untuk melakukan beberapa hal ini bila toxic people ada di antara keluarga kami.

1. Komunikasi
Sebenarnya Komunikasi adalah cara yang paling efektif. Katakan dengan jujur dan secara baik-baik bahwa kita keberatan dengan sikap anggota keluarga yang seperti itu. Terlebih yang “doyan” mengomentari dan mencampuri kehidupan keluarga kita sendiri. Bila yang suka berbuat demikian ada pada keluarga pasangan. Maka berterusteranglah kepada pasangan.  Sehingga pasangan bisa meneruskan dengan caranya kepada keluarganya. Hal ini juga bisa meminimalisir perselisihan antara suami/istri dengan keluarga pasangannya.  Namun tetap diingat bicarakan dengan pasangan jangan sambil emosi.  Kita pun harus turut menjaga perasaan pasangan kita.

2. Berani bersikap tegas
Setelah komunikasi dibangun, ada baiknya kita berani bersikap tegas. Tidak lemah sehingga tidak dinjak-injak. Sebaliknya jika pelaku terus merongrong kehidupan keluarga kita, berusahalah untuk membuatnya menjadi mandiri dan tidak manja. Sikap tegas juga tak hanya bermanfaat untuk diri dan keluarga kecil kita tetapi juga untuk perbaikan si pelaku.

3. Tidak usah didengar
Bila tidak mempan dengan komunikasi dan sikap tegas kita. Sebaiknya tidak usah terlalu dipedulikan orang semacam itu. Semakin kita peduli atas sikap, perkataan, serta tindakan yang menyudutkan kita, semakin sakit hati kita. Untuk itu sebaiknya tidak perlu didengar. Anggap saja anjing menggonggong kafila berlalu.

4. Menjaga jarak
Daripada terus-terusan kesal dan sakit hati lebih baik menjaga jarak saja. Menjaga jarak bukan berarti memutus tali silaturahmi. Akan tetapi hanya mengurangi intensitas pertemuan dan percakapan demi menghindari konflik.

5. Bersabar dan berdoa
Cara lain yang bisa dilakukan adalah bersabar sambil berdoa. Bersabar bukan berarti kita harus mengiyakan dan selalu mengalah. Akan tetapi bersabar untuk tetap menjaga tali silaturahmi. Berdoa kepada yang Maha Kuasa juga semoga pelaku disadarkan atas segala perangainya. Bagi yang Maha Pemberi tidak ada yang tidak mungkin apalagi hanya memberi kesadaran atau membuka hidayah pada seseorang.

Meskipun toxic people dalam keluarga tidak bisa kami hindari tapi setidaknya bisa kami antisipasi. Hal yang paling utama adalah terbuka dan komunikasi kepada pasangan. Apalagi jika pasangan termasuk di antaranya.

Saya bersukur saya dan suami termasuk orang yang saling terbuka terhadap masalah ini. Saya tak segan untuk mengatakan bahwa saya tidak suka dengan sikap si “A, B,C, dst” karena bla…bla…bla… meskipun itu dari pihak keluarga suami. Begitu juga dengan suami kepada saya. Bukan bermaksud untuk membicarakan aib, tetapi untuk menemukan sebuah solusi.  Kami juga jadi lebih bisa mengoreksi diri dan menghargai orang lain.  Itulah cara saya dan suami menghadapi toxic people bila dia berada di keluarga sendiri. Bagaimana dengan teman-teman?

Related Posts

13 Comments

  • Reply
    Ika Maya Susanti
    November 4, 2017 at 21:12

    Nomor 1-4 sampe sudah saya lakoni Mbak. Dan itu berat… Lha personnya orang yang lewat mereka kita ada di dunia e… Akhirnya bulek saya bilang, ya poin 5 di tulisan ini. Plus sayanya pun terus koreksi dan komunikasi diri. Barangkali ada yang di diri saya ini yang memang membuat kondisinya akhirnya dikasih Allah seperti ini.

    • Reply
      koivie3
      November 6, 2017 at 22:23

      MasyaAllah…ujiane beraaat ya mbak…semoga selalu bersabar dan Allah berikan kemudahan atas segala urusan Mbak Ika.

  • Reply
    Heni Puspita
    November 4, 2017 at 21:13

    Saya punya banyak kenalan toxic people #sabarsabar hehe. Paling pas ya menjauh ajalah. Kontak sekedarnya aja daripada hayati lelah. Selebihnya berdoa aja ke Allah supaya dapat hidayah.

    • Reply
      koivie3
      November 6, 2017 at 22:23

      iya apalagi kalo bukan sabar. tapi kadang orang-orang kaya gini itu gak ngerasa kalo dirinya toxic hihiiii

  • Reply
    Nia
    November 9, 2017 at 07:22

    Hhhhmmmm…
    Dalam kasus saya, Bu mer yg selalu ikut campur..
    Bagi saya, hanya Bu mer yg mjd toxic people…
    Dan ga ada solusi, kecuali saya hrs menjaga jarak aman..

    • Reply
      koivie3
      November 14, 2017 at 21:14

      Semoga tetap diberi kesabaran ya Nia dan tetap menjaga silaturhim. Semoga dengan kesabarannya Allah permudah segala urusan Nia beserta keluarga.

  • Reply
    hehe
    June 18, 2018 at 20:24

    Mbak saya mau cerita dikit, ibu saya sendiri adalah anggota keluarga yg toxic. Saya ga kuat sebenernya klo dirumah terus. Saya harus apa ya? Saya capek.

    • Reply
      koivie3
      November 5, 2018 at 03:59

      Hai mbak, semoga selalu diberi kesabaran dan kekuatan yah. Maaf saya enggak tahu harus apa mbak selain berdoa, sebaiknya mbak juga konsultasi dengan keluarga dekat mbak yang lain. Semoga diberikan jalan terbaik ya menghadapinya.

  • Reply
    Littuhayu
    December 12, 2018 at 03:38

    Serba dilema & serba salah ya mbak kl di anggota keluarga sendiri ada yg toxic. Ini yg di alami oleh org tua saya, slh satu saudara pihak ayah saya selalu mencari2 kesalahan org tua saya. Ayah saya sampai mau di bacok olehnya maka dr itu kt pindah rumah. Semua poin diatas sdh dilakukan tp tdk ada perubahan. Kl mmg nasehat org tdk dia dengar, kami hanya menunggu allah bertindak saja unk menegurnya. Sabar & ikhlas wlpn gak mudah.

    • Reply
      koivie3
      December 14, 2018 at 14:11

      Berat banget pastinya ya mbak. Semoga masalah yang mbak hadapi bisa terselesaikan dengan baik ya. Amien.

  • Reply
    twenty oktavia
    May 10, 2020 at 21:27

    Sebagai manusia, merupakan hal yang wajar apabila melakukan penilaian terhadap diri sendiri, atau sekadar merenungi kekurangan diri sendiri. terdapat dua cara menghadapi toxic people ala Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., Psikolog atau Dewi.

  • Reply
    Lalalia
    December 5, 2020 at 22:22

    Pas banget nemuin blog ini.. aku sudah 6th menikah.. kaka iparku (istri dr Abang suamiku) toxicnya.. dr awal aku diperkenalkan kekeluarga suamiku, dia sudah tdk ramah (setiap ketemu selalu melihatku dr atas sampai bawah berkali2, dan setiap ngbrl dgnku selalu chin up alias dagunya dingadakkan ke atas sehingga melihatku seperti sebelah mata), aku berusaha sabar dr awal berharap dia berubah, memang ada perubahan dia jd mau dekat denganku, tapi dekat denganku selalu menjelek2an kaka adik dan mertua suamiku. lalu dia royalll sekali kepada saya, suami saya, anak2 saya bahkan orgtua saya. tapi selalu mengungkit2nya kepada orglain seolah saya meminta semua itu.. btw, dia jg selalu menjelek2an saya dibelakang saya.. saya tau tp saya tdk tau hrs berbuat apa.. hingga suatu ketika ketika suami saya ingin menemui abangnya yg akan berdinas, ditengah jalan menuju kerumahnya, tb2 kami disuruh plg.. saya sedang hamil 8bulan saat itu.. saya trauma sekali sedih sekali sakit sekali rasanya.. suami saya tipe yg terlalu sabar, setiap saya mengeluh perilaku kaka iparnya dr awal menikah, iya selalu menyuruh saya memaklumi.. hingga saya hilang kendali dan saya meluapkan segalanya.. dan kaka ipar saya memperpanjang kasusnya hingga mertua saya.. saya jd terpojok seolah biang keributan, pdhl saya korban dr ketoxicannya dia sejak 6th lalu.. rasanya bnr2 tdk ingin kenal lg sm dia.. bnr2 duri dalam daging kehidupan sm selama 6th terakhir?

    • Reply
      koivie3
      December 8, 2020 at 15:24

      Sabar ya Mbak…semoga keluarga mbak diberikan senantiasa kesabaran.

    Leave a Reply